Senin, 14 Mei 2012

Perketat Hukuman Bagi Koruptor


Penghentian Sementara Pemberian Remisi dan Pemebebasan Bersyarat Bagi Para Koruptor

Saat ini para narapidana kasus korupsi tidak bisa lagi mendapatkan keringanan hukuman, hal ini dikarenakan Kementrian Hukum dan HAM menghentikan sementara (moratorium) pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada narapidana kasus korupsi. Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana mengatakan bahwa pemerintah sedang mengkaji aturan remisi dan pembebasan bersyarat bagi narapidana korupsi dan tindak terorisme. Selama proses mengkaji itu, kebebasan bersyarat ditiadakan dulu. Kemenkumham berharap berbagai upaya itu bisa memperkuat efek jera bagi koruptor. Vonis rendah koruptor yang sudah terbukti bersalah dan terpotong remisi, dinilai akan mencederai rasa keadilan. Selain hukuman yang berat, perampasan seluruh harta koruptor dinilai menjadi cara yang efektif melawan korupsi. Selama ini, walau banyak koruptor yang dipenjara namun mereka tetap bergelimang harta. Efek jera bagi pelaku korupsi pun sulit dicapai. Padahal kasus korupsi telah merugikan banyak pihak termasuk juga masyarakat yang sebenarnya tidak tau apa-apa bahkan mereka sangat dirugikan oleh para koruptor.
Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan juga merupakan respons atas suara publik yang menuntut pencabutan remisi dan pembebasan bersyarat bagi para koruptor. Kementrian Hukum dan HAM berharap agar berbagai upaya yang dilakukan itu bisa memperkuat efek jera bagi para koruptor. Tuntutan itu dikarenakan adanya beberapa terpidana kasus korupsi yang mendapatkan remisi dan juga pembebasan bersyarat.
Selain itu upaya-upaya ini dilakukan sebagai bagian dari semangat pemberantasan korupsi dan pertimbangan rasa keadilan masyarakat. Selain itu juga akan ditingkatkan sistem pencegahan karena pemberantasan korupsi harus paralel antara penindakan dan pencegahan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengapresiasi kebijakan pemerintah menghentikan sementara pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi terpidana korupsi. KPK juga mengimbau pemerintah agar memperketat hukuman bagi koruptor, salah satunya dengan meninjau ulang pemberian bebas bersyarat dan juga memghapus poin pembebasan bersyarat.
Anggota Komisi III DPR Ahmad Yani setuju dengan pengetatan hukuman bagi koruptor, tetapi  keinginan tersebut terhalang oleh aturan Undang-Undang karena aturan pembebasan bersyarat itu di tentukan UU KUHP, UU Pemasyarakatan, dan Peraturan Pemerintah. Menurut Ahmad Yani pengetatan hukuman bagi koruptor dilakukan dengan cara pemiskinan. Pemiskinan dinilai efektif menimbulkan efek jera bagi siapa pun yang melakukan korupsi. Menurut penilaian Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar, penegakan hukum korupsi yang lemah menyebabkan koruptor tidak lagi jera untuk melakukan korupsi. Ini bisa berakibat semakin berkembangnya kasus korupsi dan tidak akan terputus, selain itu kekuasaan peradilan selama ini tidak terlalu kuat memvonis koruptor, hal ini dilihat dari ringannya hukuman yang diberikan kepada para koruptor sehingga wajar bila terpidana kasus korupsi bisa bersyarat. Meskipun belum sempurna, kebijakan pengetatan remisi yang dilakukan pemerintah seharusnya didukung DPR dengan tujuan meningkatkan efektifitas penghukuman dan pemberian efek jera bagi terpidana korupsi. Pemberian remisi di tengah rendahnya rata-rata hukuman pengadilan terhadap koruptor justru bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat.
Bagaimana pun, perilaku korupsi itu hanya bisa dihentikan jika politik hukum dan sistem hukum mampu memberi efek jera. Pemberian remisi hanya akan membuat para koruptor merasa jera sebentar saja saat dia di penjara, akan tetapi pada saat dia keluar dari penjara bisa saja mereka akan mengulanginya kembali yang pada akhirnya tidak akan membuat negara ini bebas dari kasus korupsi.

Komentar : Korupsi menurut saya adalah suatu hal yang sangat merugikan banyak pihak, mulai dari para koruptor sendiri, negara, dan juga masyarakat. Menurut saya, penghentian pemberian remisi dan pembebasan bersyarat sudah sepantasnya dilakukan, karena hal ini adalah salah satu upaya untuk memberikan efek jera bagi para koruptor yang merugikan negara dan bisa memenuhi harapan masyarakat. Para koruptor seharusnya diperlakukan berbeda dengan pelaku kejahatan lainnya karena ini adalah kejahatan luar biasa. Moratorium remisi merupakan langkah awal yang baik untuk mengatasi masalah korupsi. Moratorium pemberian remisi terhadap koruptor seharusnya tidak hanya menjadi kebijakan atau program menteri hukum dan HAM, tetapi harus dipermanenkan sekurang-kurangnya dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). Semoga pemberantasan korupsi di Indonesia benar-benar bisa terwujud dan juga dapat terlaksana dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar