Impor Produk China Makin Sulit Dibendung di Indonesia
Saat ini impor produk China
semakin sulit dibendung. Serbuan produk China telah terbukti telah menghantam
industri dalam negeri. Hasil survei Kementrian Perindustrian menyimpulkan
pemberlakuan ASEAN-China Free Agreement (ACFTA) telah menciutkan pasar produksi
produk-produk dalam negeri. Produk elektronik asal China yang terlaris adalah
jenis laptop dan telepon seluler (ponsel). Total nilai impornya Rp 52 triliun
di tahun 2011. Laptop dan ponsel mendominasi produk impor tersebut. Impor laptop memberikan kontribusi terbesar
yakni sekitar 1 miliar dolar AS atau (Rp 9 triliun) atau naik 15,04 persen dari
hasil tahun 2010. Akibatnya
impor produk China langsung membanjiri pasar lokal lantaran beluum adanya
tameng pelindung non tarif dan juga industri dalam negeri mengalami penurunan
penjualan, merosotnya keuntungan hingga pengurangan tenaga kerja. Hasil survei
lain juga menyebutkan perilaku pedagang yang lebih suka menjual produk buatan
China daripada menjual karya anak negeri. Ini ditengarai sebagai penyebab
penurunan produksi domestik. Namun, dari sisi kualitas, survei itu menunjukkan
kualitas produk dalam negeri lebih unggul di bandingkan produk China karena
produk alam negeri menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). Sementara banyak produk China yang tidak
memiliki SNI walaupun kaya inovasi dan kreasi.
Kondisi ini semakin
memperparah perkembangan industri manufaktur di dalam negeri. Pasalnya, biaya
produksi industri dalam negeri terus saja melonjak lantaran kebijakan
pemerintah seolah tidak mendukung perkembangan industri dalam negeri. Selain
itu ongkos produksi membuat produk elektronik menjadi tiak efisien. Sehingga
kalangan pebisnis condong mengimpor produk dari China yang murah. Industri di
China memang sudah terbilang maju. Pemerintah disana memberi insentif dan
ditunjang infrastruktur yang memadai. Proses pengalihan teknologi pun bisa
dilakukan dengan cepat. Sebenarnya Indonesia bisa melakukan itu asalkan sudah
ada industri penyangga, industri komponen dan ketersediaan bahan bakunya. Dan
juga yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan pemerintah terhadap industri
ini dan memanfaatkan sumber daya yang ada. Masuknya produk
elektronik asal China, semakin memperparah perkembangan industri manufaktur di
dalam negeri. Pasalnya biaya produksi industri dalam negeri terus saja melonjak
lantaran kebijakan pemerintah seolah tidak mendukung perkembangan industri
dalam negeri.
Kekalahan produk dalam negeri juga di akibatkan
karena infrastruktur yang minim. Konsumsi dalam nnegeri yang meningkat
mengakibatkan mudahnya pasar di isi oleh produk China. Pertumbuhan impor selalu
lebih besar daripada ekspor. Namun semua harus perlu antisipasi khususnya untuk
menghadapi kemungkinan melemahnya permintaan dari dunia Internasional. Ketua Electronic Marketer Club (EMC) Ag Rudyanto, mengakui keunggulan
produk elektronik China ini dan berani menjual dengan harga miring, ”Pemerintah
di sana (China) memberi insentif dan ditunjang infrastruktur yang memadai.
Proses pengalihan teknologi pun bisa dilakukan dengan cepat,” ungkapnya. Ia
menilai Indonesia sebenarnya dapat melakukan hal serupa, asalkan sudah ada
industri penyangga, industri komponen dan ketersediaan bahan baku.
Serbuan barang-barang impor dari
China ke Indonesia sudah merajalela dan menekan industri dalam negeri.
Pengusaha mengeluhkan lemahnya sikap pemerintah dalam menangani masalah ini. Buktinya saat ini
Indonesia dirugikan dengan banjirnya barang dari China. Pemerintah tidak memikirkan industri kecil yang terkena dampak langsung dari
perdagangan bebas dengan China. Produk Indonesia tidak akan menang
dengan keadaan yang ada saat ini di Indonesia. Indonesia pada 2010, mengalami
kerugian atau defisit perdagangan dengan China yang nilainya mencapai US$ 5,6
miliar.
Daripada terus khawatir dengan
serbuan produk China, sebaiknya para UMKM terus meningkatkan kreativitas dan
keunggulan produk dalam negeri. Seharusnya perdagangan bebas tidak perlu
dicemaskan dan kita harus mengatasinya.
Saat ini UMKM memang dituntut kreatif untuk dapat mengalahkan produk
China. Padahal kualitas produk dalam negeri lebih tahan lama dibandingkan
dengan produk China. Di dalam mengembangkan UMKM pemerintah seharusnya perlu
memproteksi produk lokal dari ancaman barang-barang impor dan juga seharusnya
pemerintah memberikan subsidi pengadaan mesin-mesin dari luar negeri.
Sumber
:
Koran “Warta Kota” Edisi Selasa, 21 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar