Jumat, 04 Mei 2012

Impor Produk China Kalahkan Produk Dalam Negeri


Impor Produk China Makin Sulit Dibendung di Indonesia
Saat ini impor produk China semakin sulit dibendung. Serbuan produk China telah terbukti telah menghantam industri dalam negeri. Hasil survei Kementrian Perindustrian menyimpulkan pemberlakuan ASEAN-China Free Agreement (ACFTA) telah menciutkan pasar produksi produk-produk dalam negeri. Produk elektronik asal China yang terlaris adalah jenis laptop dan telepon seluler (ponsel). Total nilai impornya Rp 52 triliun di tahun 2011. Laptop dan ponsel mendominasi produk impor tersebut.  Impor laptop memberikan kontribusi terbesar yakni sekitar 1 miliar dolar AS atau (Rp 9 triliun) atau naik 15,04 persen dari hasil tahun 2010. Akibatnya impor produk China langsung membanjiri pasar lokal lantaran beluum adanya tameng pelindung non tarif dan juga industri dalam negeri mengalami penurunan penjualan, merosotnya keuntungan hingga pengurangan tenaga kerja. Hasil survei lain juga menyebutkan perilaku pedagang yang lebih suka menjual produk buatan China daripada menjual karya anak negeri. Ini ditengarai sebagai penyebab penurunan produksi domestik. Namun, dari sisi kualitas, survei itu menunjukkan kualitas produk dalam negeri lebih unggul di bandingkan produk China karena produk alam negeri menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI).  Sementara banyak produk China yang tidak memiliki SNI walaupun kaya inovasi dan kreasi.
Kondisi ini semakin memperparah perkembangan industri manufaktur di dalam negeri. Pasalnya, biaya produksi industri dalam negeri terus saja melonjak lantaran kebijakan pemerintah seolah tidak mendukung perkembangan industri dalam negeri. Selain itu ongkos produksi membuat produk elektronik menjadi tiak efisien. Sehingga kalangan pebisnis condong mengimpor produk dari China yang murah. Industri di China memang sudah terbilang maju. Pemerintah disana memberi insentif dan ditunjang infrastruktur yang memadai. Proses pengalihan teknologi pun bisa dilakukan dengan cepat. Sebenarnya Indonesia bisa melakukan itu asalkan sudah ada industri penyangga, industri komponen dan ketersediaan bahan bakunya. Dan juga yang tidak kalah pentingnya adalah dukungan pemerintah terhadap industri ini dan memanfaatkan sumber daya yang ada. Masuknya produk elektronik asal China, semakin memperparah perkembangan industri manufaktur di dalam negeri. Pasalnya biaya produksi industri dalam negeri terus saja melonjak lantaran kebijakan pemerintah seolah tidak mendukung perkembangan industri dalam negeri.
Kekalahan produk dalam negeri juga di akibatkan karena infrastruktur yang minim. Konsumsi dalam nnegeri yang meningkat mengakibatkan mudahnya pasar di isi oleh produk China. Pertumbuhan impor selalu lebih besar daripada ekspor. Namun semua harus perlu antisipasi khususnya untuk menghadapi kemungkinan melemahnya permintaan dari dunia Internasional. Ketua Electronic Marketer Club (EMC) Ag Rudyanto, mengakui keunggulan produk elektronik China ini dan berani menjual dengan harga miring, ”Pemerintah di sana (China) memberi insentif dan ditunjang infrastruktur yang memadai. Proses pengalihan teknologi pun bisa dilakukan dengan cepat,” ungkapnya. Ia menilai Indonesia sebenarnya dapat melakukan hal serupa, asalkan sudah ada industri penyangga, industri komponen dan ketersediaan bahan baku.
Serbuan barang-barang impor dari China ke Indonesia sudah merajalela dan menekan industri dalam negeri. Pengusaha mengeluhkan lemahnya sikap pemerintah dalam menangani masalah ini. Buktinya saat ini Indonesia dirugikan dengan banjirnya barang dari China. Pemerintah tidak memikirkan industri kecil yang terkena dampak langsung dari perdagangan bebas dengan China.  Produk Indonesia tidak akan menang dengan keadaan yang ada saat ini di Indonesia. Indonesia pada 2010, mengalami kerugian atau defisit perdagangan dengan China yang nilainya mencapai US$ 5,6 miliar.
Daripada terus khawatir dengan serbuan produk China, sebaiknya para UMKM terus meningkatkan kreativitas dan keunggulan produk dalam negeri. Seharusnya perdagangan bebas tidak perlu dicemaskan dan kita harus mengatasinya.  Saat ini UMKM memang dituntut kreatif untuk dapat mengalahkan produk China. Padahal kualitas produk dalam negeri lebih tahan lama dibandingkan dengan produk China. Di dalam mengembangkan UMKM pemerintah seharusnya perlu memproteksi produk lokal dari ancaman barang-barang impor dan juga seharusnya pemerintah memberikan subsidi pengadaan mesin-mesin dari luar negeri.

Sumber :  Koran “Warta Kota” Edisi Selasa, 21 Februari 2012

Komentar / Kesimpulan : Semakin melonjaknya impor produk-produk China di Indonesia dapat merugikan berbagai pihak, seperti penjualan produk-produk Indonesia yang terus menurun dan juga mengakibatkan menurunnya kesejahteraan masyarakatnya dalam arti orang-orang yang telah memproduksi produk lokal. Seharusnya pemerintah memperketat aturan untuk impor barang untuk mengurangi meningkatnya impor barang dari China atau luar negeri. Seharusnya pemerintah perlu memproteksi produk lokal dari ancaman barang-barang impor dan juga seharusnya pemerintah memberikan subsidi pengadaan mesin-mesin dari luar negeri. Seharusnya pemerintah juga membatasi investasi asing pada sektor tertentu dengan persyaratan tertentu. Misalnya, perusahaan asing yang berteknologi tinggi atau produsen yang menghasilkan produk berjenis premium yang belum diproduksi di pasar dalam negeri. Pemerintah pusat dan daerah sudah saatnya melindungi masyarakat dari kerugian akibat membanjirnya produk asing, khususnya dari China, sehingga mengancam kelangsungan hidup dunia industri di dalam negeri. Produk lokal yang dihasilkan pengrajin kecil dan menengah wajib diberi perlindungan. Jika tidak maka dunia industri kita akan semakin berkabung, semakin banyak yang tutup (gulung tikar), dan semakin meningkat jumlah pengangguran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar